Isu tentang pangan seakan tidak pernah kehabisan cerita. Ibarat film, cerita tentang pangan akan terus bersambung dari sequel satu ke sequel lainnya, mirip dengan film legendaris James Bhond 007. Di Indonesia, kisahnya yang tiada henti terwakili oleh sinetron Tukang Bubur Naik Haji ataupun Cinta Fitri yang sampai pada Season 7 misalnya.
Sejarah setidaknya menempatkan pangan sebagai masalah penting dan mendasar bagi suatu negara. Henry Kissinger, Menlu AS era 1973-1976 menyampaikan bahwa “siapapun yang memiliki akses terhadap pangan, maka mereka akan mampu mengontrol masyarakat”. Rakyat tidak boleh dibiarkan lapar. Rakyat tidak diboleh dibiarkan tidak makan. Maka, tidaklah berlebihan jika Perdana Menteri India periode 1947-1964, Jawaharlal Nehru mengatakan “segala sesuatu dapat menunggu, tapi tidak untuk pertanian. Apapun, yang paling utama adalah harus cukup pangan. Berikutnya, baru yang lain”.
Situasi Pangan Awal 2015
Sadar akan begitu sensitifnya isu tentang pangan, Presiden Jokowi menempatkan target swasembada beberapa komoditas penting pangan sebagai agenda penting Pemerintahannya. Untuk mempertegas sasaran tersebut, Pemerintah beberapa kali menutup keran impor beberapa produk. Hal ini diharapkan dapat merangsang produktivitas pangan dalam negeri. Namun perlu diingat, kebijakan ini harus diikuti dengan kalkulasi yang cermat dan program serta realisasi kebijakan yang tepat.
Kenapa? Apabila Pemerintah kurang tepat dalam mengelola stok pangan nasional, yang terjadi adalah keributan pasar dan inflasi yang begitu tinggi. Sebagai contoh dari buruknya sistem pasar pangan, tengoklah fluktuasi tajam harga-harga komoditas pangan akhir-akhir ini. Dimulai dari gejolak harga beras pada minggu ketiga Februari 2015. Lantas disusul oleh gejolak naiknya harga bawang merah dan cabai di bulan Juni, harga daging sapi yang super fantastis mahal di bulan Juli-Agustus, dan yang terakhir kenaikan harga daging ayam dan telur di bulan Agustus.
Harga daging ayam sampai mencapai Rp. 45 ribu dari semula seharga Rp. 26 ribu. Harga daging sapi menjadi Rp. 140 ribu dari harga semula Rp. 90 ribu. Ini terjadi pada waktu belum genap setahun Pemerintahan baru. Lantas, bagaimana dengan proyeksi harga pangan menjelang krisis ekonomi ke depan?
Ujian Sektor Pangan di Tengah Krisis Ekonomi
Fakta bahwa hanya dalam kurun waktu 6 bulan berturut-turut terjadi kenaikan tajam di beberapa komoditas pangan utama menjadi indikasi bahwa sistem manajemen stok pangan nasional perlu diperbaiki. Kenapa? Mekanisme pasar pangan beberapa komoditas masih menyisakan sistem oligopoli dan membuat pasar tidak berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun produksi bisa dikatakan tidak mengkhawatirkan, namun situasi harga pasar tetap mengkhawatirkan publik.
Ada beberapa pemain besar yang dapat men drive pasar dan berlaku sebagai price maker. Hal ini akan semakin menjadi-jadi jika manajemen stok pangan nasional juga turut amburadul. Ketidak akuratan dalam perhitungan angka produksi dan konsumsi akan menimbulkan ketidakseimbangan supply-demand nasional. Dengan kelemahan tersebut, para pemain besar yang memiliki infrastruktur memadai akan semakin mudah menentukan harga dan stok pangan di pasar. Jika ini yang terjadi, akan terjadi gap antara harga pangan di petani dan harga pangan di pasar. Petani tetap tidak mendapatkan insentif karena harga yang mereka terima rendah, sedangkan masyarakat luas sebagai konsumen harus membayar dengan harga tinggi.
Dalam situasi menjelang krisis sebagaimana dicerminkan dari kenaikan dolar terhadap rupiah yang telah menembus angka psikologis Rp. 14 ribu, maka hampir dapat dipastikan bahwa pasar pangan domestik pun akan semakin berat ujiannya. Belum lagi ditambah ujian musim kering yang panjang di berbagai daerah di Indonesia. Maka semakin lengkaplah ujian bangsa ini di sektor pangan dalam beberapa waktu ke depan.
Antisipasi Sektor Pertanian Ditengah Krisis
Apapun kondisinya, Pemerintah dan seluruh komponen bangsa ini tidak boleh menyerah begitu saja. Meskipun terbilang agak terlambat dalam hal antisipasi krisis (kalau tidak mau dibilang terlalu percaya diri), namun tidak ada salahnya untuk dimulai langkah-langkah antisipasi dan kebijakan yang cepat dari sekarang. Sebagai pembanding, sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang dapat bertahan dan diandalkan ketika krisis ekonomi 98. Ada beberapa hal yang menurut hemat penulis, bisa dilakukan dalam jangka pendek maupun jangka menengah.
Pertama, segera petakan wilayah lahan atau sawah yang terdampak kekeringan. Buat peta kodifikasinya Segera implementasikan upaya hujan buatan untuk daerah-daerah yang kemungkinan kehilangan produksi tertinggi sampai yang terendah. Salurkan segera pompa air ke berbagai wilayah untuk mengurangi dampak yang terlalu luas.
Kedua, pastikan bahwa seluruh petani bisa berproduksi. Artinya, ketersediaan benih unggul harus dipersiapkan, ketidakmampuan menggarap lahan akibat kekurangan modal bisa ditutupi dengan bantuan perbankan, kekurangan sarana produksi harus dipenuhi.
Ketiga, beli komoditas pangan utama petani dengan harga yang menguntungkan petani. Hal ini akan meningkatkan stok pangan di Bulog sehingga psikologi pasar tidak terganggu. Selain itu, harga tersebut akan menjadi insentif bagi petani yang terancam turun produksinya, sehingga masih dapat digunakan sebagai modal untuk musim tanam berikutnya. Untuk itu, rubah aturan HPP dan segera anggarkan khusus untuk penyerapan total produk pangan petani.
Keempat, segera revisi mata anggaran yang kurang penting menjadi pembangunan infrastruktur irigasi yang dapat diandalkan jika musim kering terjadi. Infrastruktur irigasi ini bisa berupa dam parit, embung, long storage, sumur dangkal (sumur pantek), dan sumur dalam.
Keempat, perbaiki sistem rantai pasok pangan (supply chain) dengan memperbaiki jalur distribusi, penyiapan angkutan distribusi, dan pengamanan jalur distribusi. Selama ini sistem rantai pasok pangan masih amburadul dan mendatangkan biaya tinggi.
Kelima, aktifkan satgas khusus pangan yang bertugas untuk monitoring penyerapan produk pangan petani dan pengawasan mekanisme pasar pangan. Para pengambil rente yang memanfaatkan kesempatan dengan cara menahan suplai perlu mendapat tindakan hukum yang tegas.
Keenam, kalkulasikan dengan cermat kebutuhan supply and demand komoditas penting. Jika tidak mencukupi, segera lakukan proses G to G importasi melalui instrumen yang dimiliki Pemerintah. Dalam jangka menengah, Pemerintah mulai harus menyiapkan sistem budidaya padi hemat air, pengembangan dan penyiapan benih pangan tahan kekeringan, perbaikan jaringan irigasi primer sampai tersier yang terintegrasi antar kementerian, serta pengendalian pasar pangan.
Bila langkah-langkah tersebut serius digarap oleh Pemerintah, setidaknya akan meringankan dampak yang lebih besar di masa krisis. Dengan segala power yang dimilikinya, seharusnya Pemerintah tidak boleh kalah oleh pasar. Ini adalah pertarungan terhormat. Karena Pemerintah bertarung untuk rakyat dan bangsanya. Kecuali, kalau ada niat untuk bertarung demi yang lain…. Selamat bekerja Indonesia…
Temukan informasi histori tulisan dari Mas Atang Trisnanto pada menu Arsip 2015 – 2023