Siang ini, Jakarta kembali terasa begitu panas. Perjalanan dari tempat kerja ke sebuah tempat untuk beristirahat, sholat, dan makan tengah hari ini benar-benar terasa. Panas terasa menembus langsung ke dalam tulang dan daging. Jarak yang hanya berjarak sekitar 500 meter itupun berhasil membuat terik matahari memanaskan baju dan celana yang sebenarnya bukan konduktor yang baik.
Jakarta adalah ibukota negara yang memang dari dulu terkenal panas. Bukan hanya dari sisi kondisi cuacanya, namun juga dari sisi kehidupannya. Persaingan usaha, pertarungan untuk bertahan hidup, dan juga kompetisi dari berbagai sisi kehidupan terkenal begitu keras dan panas. Disalip pada tikungan bisa membuat pertengkaran berdarah. Begitu banyak drama panas yang tersaji di ibukota. Tengok saja berita harian di Warta Kota. Tiap halaman, apalagi halaman depan langsung membuat dada ini terasa sesak.
Tapi sekarang kita bercerita tentang kondisi panas yang sesungguhnya. Panas karena suhu udara dan cuaca. Hampir selama 6 bulan lebih, wilayah Jabotabek mengalami musim kering yang panjang. Bogor yang terkenal dengan kota hujan pun sempat selama 3 bulan lebih tidak turun hujan. Sekitar sebulan lalu, beberapa kali hujan deras mengguyur Bogor. Alhasil, pohon yang mengering pun mulai memunculkan tunas dan daun mudanya yang begitu eksotik.
Sayangnya, musim kering belumlah usai. Daun yang kini sudah dewasa dan menua pun kembali merana dan nampak melayu. Di seberang pulau yang terpisah lautan, di bagian bumi borneo juga mengalami hal yang sama. Sepekan yang lalu, disaat peringatan kemerdekaan ke-70 bangsa ini, bumi tengah Kalimantan juga bercuaca panas. Bahkan, pesawatpun terganggu penerbangannya akibat asap dari berbagai spot kebakaran lahan.
Bangsa ini sekarang memasuki krisis baru. Krisis ekonomi yang juga dialami oleh beberapa negara lain di dunia. Ekonomi melambat, masyarakat pun juga mulai kehilangan daya beli. Yang kita kuatirkan adalah, di saat krisis ini semakin masuk ke wilayah kehidupan masyarakat kita, musim kemarau dan kering yang panjang ini terus berlanjut.
Kalau hal ini yang terjadi, kita pun harus khawatir akan turunnya produksi pangan di negeri ini. Turunnya produksi pangan di negeri ini dapat menyulut semakin tingginya harga-harga barang kebutuhan sehari-hari. Naiknya harga barang-barang akan menyebabkan kesulitan semakin tinggi. Tetap tenang itu harus, namun waspada dan harus segera mencari solusi menghadapi krisis harus terus diupayakan. Jangan sampai terlena, dan akhirnya ujian demi ujian selalu menghampiri kehidupan masyarakat Indonesia.
Barangkali sebagai hamba Allah yang Maha Kuasa, kita harus kembali merenung. Mengutip syair Ebiet G. Ade, bisa jadi ini adalah hadiah dari ketidakpatutan kita dalam memperlakukan alam raya. Bisa jadi akibat kedzoliman kita terhadap semua ciptaan Sang Pencipta. Bisa jadi karena kita dipenuhi segala dosa dan prahara. Dosa kolektif dari mulai rakyat biasa seperti kita, sampai dosa dari para penguasa.
Barangkali, kita harus kembali mengingat dan menyelami salah satu pesan Allah dalam salah satu ayatnya di dalam Al-Quran surat Al A’rof ayat 96-99. “Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari makar Allah (ketika mereka lalai dengan nikmat yang Allah berikan kepada mereka sebagai bentuk istdroj kemudian Allah datangkan adzab yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dari makar Allah kecuali orang-orang yang merugi “.
Dengan demikian, jangan ada lagi aturan-aturan atau kebijakan yang bertentangan dengan hukum Allah dan melawan kebaikan. Jangan ada lagi bergotong royong dalam kemaksiatan. Semoga ini bisa menjadi pengingat bagi kita semua. Jakarta sudah panas, di berbagai daerah juga panas, dan Indonesia pun juga panas…. Mari kita sejukkan Indonesia kita…
Temukan informasi histori tulisan dari Mas Atang Trisnanto pada menu Arsip 2015 – 2023