Pernahkah suatu saat, Anda mengalami kegagalan dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, padahal road map pencapaian target tersebut telah disusun secara lengkap dan komprehensif? Atau, pernahkah pada suatu waktu, kita ketinggalan pesawat karena terlambat sampai di Bandara? Padahal, seluruh rencana dan persiapan sudah siap sejak malam hari (bekal, kertas kerja, tas, dll) dan rencana menit per menit keberangkatan sudah direncanakan dengan baik. Lantas, adakah kaitannya dengan penyakit “Kuat Dalam Perencanaan, Lemah Dalam Pelaksanaan?”

Meskipun kapabilitas ada dan terbilang mumpuni, namun apabila kita tidak mampu merubah kultur dan sifat dasar kita, rasanya sulit bagi kita –baik pribadi ataupun organisasi- untuk dapat fight dalam operasional pencapaian target-target perencaan yang kita buat. Bila kita belum mampu mengubah fakta idiom “Singa dalam Perencanaan, Domba dalam Operasional” menjadi “Singa Perencanaan, Singa Eksekutor”….. maka tetaplah untuk terus bermimpi……

Perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan, kapan dilakukan, bagaimana cara melaksanakannya, dan dilakukan oleh siapa. Di dalamnya juga terdapat parameter atau indikator-indikator keberhasilan yang perlu dicapai jika ingin mencapai sasaran dan target yang telah ditetapkan. Namun sekali lagi, kenapa kita seringkali kuat dalam perencanaan, namun lemah dalam pelaksanaan?

Seringkali dalam fragmen dan momen-momen kehidupan kita, masalah-masalah kegagalan pencapaian target secara 100% kita alami. Bahkan, bisa jadi persentasenya pun sering kurang dari 50%. Habit atau sifat dasar dari masing-masing orang sangatlah berbeda dalam menyikapi proses dalam kehidupannya. Ada yang easy going, ada yang suka dengan keteraturan, ada yang hobi dengan imajinasi bebas, dan ada pula yang suka dengan everything based on management – semuanya serba termanaje dengan baik.

Sifat itu pulalah yang membedakan masing-masing orang dalam memandang target-target dalam kehidupannya. Bagi orang-orang yang suka dengan keteraturan dan  memanaje dengan baik tahapan-tahapan hidupnya, maka sistem adalah suatu hal yang sangat membantu proses yang mereka jalani. Berbeda dengan yang easy going ataupun bebas, maka mereka cenderung tidak suka dengan sistem yang perlu diciptakan dalam proses hidupnya.

Untuk kasus Indonesia, barangkali model-model tersebut tidaklah terlalu penting untuk dibahas disini dalam tema ini. Kenapa? Karena seringkali, apapun tipe dan model orangnya, kita seringkali mengalami kelemahan dalam operasional dan pelaksanaan. Kita sering tergagap pada saat melaksanakan berbagai rencana yang telah disusun secara rapi sebelumnya. Seringkali, kita kuat dalam perencanaan tapi lemah dalam pelaksanaan.

Ambillah contoh sederhana, manajemen waktu. Adakalanya kita termotivasi untuk memanaje dengan baik waktu yang kita miliki agar semua tugas dan kewajiban yang berada di pundak kita dapat diselesaikan dengan baik sesuai jadwal dan target yang kita inginkan. Semua jadwal dan agenda tersusun rapi, namun pada akhirnya menjadi berantakan dan berbeda dengan rencana yang telah disusun.

Yang menjadi pertanyaan menggelitik adalah, kenapa hal itu sering terjadi? Apakah karena perencanaan yang dibuat tidak logis, tidak realistis, rumit, dan tidak sistematis? Bisa jadi. Namun jangan lupa, jika melihat berbagai perencanaan yang dibuat oleh orang Indonesia, rasanya faktor-faktor tersebut tidak terjadi. Justru yang sering kita temukan adalah betapa ideal dan bagusnya perencanaan yang dibuat.

Lantas, apakah hal tersebut terjadi karena adanya keterbatasan, kendala yang tiba-tiba muncul, dan dinamika dalam operasionalnya? Sangat mungkin. Namun, dalam ilmu manajeman, seharusnya faktor-faktor tersebut dapat tertangani dengan baik bila ada motivasi kuat, kapabilitas, dan komitmen untuk mengatasinya.

So, what’s wrong? Coba kita tengok karakteristik kita sebagai pribumi Nusantara.

Mayoritas orang Indonesia adalah masyarakat keturunan Melayu. Kultur yang suka memaafkan, mampu melupakan dengan cepat ketidaktepatan janji yang dibuat oleh orang maupun yang dibuat diri sendiri, dapat memaklumi kondisi dan keadaan, serta budaya easy going lainnya, secara tak langsung berpengaruh terhadap komitmen yang dimiliki terhadap segala rencana yang telah dibuat. Ketika dalam pelaksanaan ada beberapa kekurangan dan tidak sesuai dengan rencana, maka kita segera memberikan permakluman dan menganggap hal tersebut adalah hal yang biasa saja.

Hal ini agak berbeda dengan kultur yang dibangun di belahan bumi yang lain. Mereka terbiasa mentaati sistem yang dibuat oleh organisasi maupun sistem yang mereka buat sendiri. Keteraturan dalam sistem inilah yang membantu pencapaian target sesuai perencanaan dapat diusahakan dengan baik.

Dengan sifat dasar dan kultur dasar seperti itu, seringkali energi motivasi dan kekuatan komitmen tersublimasi menjadi permakluman dan permaafan terhadap ketidakmampuan diri. Meskipun kapabilitas ada dan terbilang mumpuni, namun apabila kita tidak mampu merubah kultur dan sifat tersebut, rasanya sulit bagi kita –baik pribadi ataupun organisasi- untuk dapat fight dalam operasional pencapaian target-target perencaan yang kita buat. Bila ini terus membudaya, masih pantaskah kita punya mimpi-mimpi besar akan cita-cita luhur bangsa besar ini? Masih pantaskah kita memiliki imajinasi akan hadirnya kepemimpinan nusantara di tengah dunia? Jawabannya hanya bisa kita jawab sendiri sebagai Indonesianis.

Namun, satu kata yang mungkin bisa kita jadikan renungan : Bila kita belum mampu mengubah fakta “Kuat dalam perencanaan, Lemah dalam Pelaksanaan” menjadi “Kuat dalam Perencanaan, Kuat dalam Pelaksanaan” atau mensublim idiom “Singa dalam Perencanaan, Domba dalam Operasional” menjadi “Singa Perencanaan, Singa Eksekutor”….. maka tetaplah untuk terus bermimpi……

Temukan informasi histori tulisan dari Mas Atang Trisnanto pada menu Arsip 2015 – 2023