Dalam salah satu kesempatan, tanpa sengaja penulis menemukan salah satu tulisan di tahun 2002 pada saat merapikan file dan folder di komputer. Artikel tersebut ditulis pada saat penulis masih aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan ditujukan untuk mengisi salah satu pelatihan mengenai opini dan propaganda.

Isinya sederhana. Dan ide-idenya pun terlihat tidak ada yang luar biasa. Maklum, ide yang tertulis itu hanyalah ide dari seorang mahasiswa yang masih muda, belum berpengalaman dalam hidup, dan belum lulus pula. Namun, satu hal yang ingin diangkat dalam artikel ini adalah, penulis berharap bahwa masih ada sekelompok anak muda yang tetap kritis dan bersemangat untuk turut membangun opini kerakyatan yang bernafas pembelaan dan penegakan keadilan. Meskipun jaman telah berubah. Waktu pun berbeda. Dan situasi serta budaya yang ada juga cukup jauh perbedaannya. Semoga masih ada pergerakan dari anak-anak muda harapan bangsa di setiap masa dan setiap jaman.

Dalam dunia yang semakin canggih dan dipenuhi berbagai informasi tanpa batas ini, masyarakat tentu akan semakin sulit untuk memilih mana informasi yang benar dan mana informasi yang tidak benar. Kalaupun informasi itu benar, kita juga perlu memilah lagi mana informasi yang baik dan bermanfaat, serta mana informasi yang tidak baik dan membawa keburukan. Inilah perang sesungguhnya. Perang opini dan propaganda tentang kebaikan dan lawan kebaikan. Perang antara kemanfaatan dan kemadharatan. Perang antara agenda perbaikan dengan agenda perusakan.

Melihat begitu dahsyatnya dampak dari sebuah opini atau isu, maka diperlukan kekuatan untuk menghadapi masalah ini. Dari sekian banyak orang baik yang penulis yakin masih banyak di negeri ini, penulis memandang bahwa anak-anak muda dengan semangat dan kekuatannya masih menjadi garda terdepan dalam pembentukan opini ini. Negara ini insya Allah akan menjadi baik dan barokah  ketika mayoritas penduduknya adalah orang-orang baik.

Untuk itulah, pembangunan opini dan propaganda kebaikan ini penting. Jangan sampai, sesuatu yang sebenarnya buruk dan busuk, justru dianggap sebagai kebaikan dan pahlawan bagi negeri ini. Sebaliknya, sesuatu yang baik dan memperjuangkan kebaikan, justru dianggap sebagai keburukan dan musuh besar bangsa ini.

Membangun Opini dan Propaganda Kerakyatan

Membangun arus opini tidaklah mudah. Terlebih membangun opini kerakyatan di dunia yang semakin individualis dan serba kapitalis seperti sekarang ini. Untuk itulah, diperlukan tekad dan semangat kuat dalam membangunnya, dan tekad kuat serta semangat yang membara tadi ada pada diri anak muda. Untuk memperbesar opini yang kuat, diperlukan upaya untuk meyakinkan orang lain akan arti dan urgensi dari sebuah langkah dan upaya yang kita lakukan. Inilah sebuah tugas yang bisa dikatakan simple namun dalam pelaksanaannya cukup berat. Banyak orang menyebut langkah-langkah di dalam pencapaian tersebut dengan istilah “pembentukan Opini Massa” dan “Propaganda”.

Hal-hal penting yang perlu diperhatikan di dalam membangun opini dan propaganda seperti tertulis dalam artikel tahun 2002 tersebut diantaranya adalah :

Pertama, kondisi psikososial masyarakat. Kondisi psikososial sangat berpengaruh terhadap tingkat penerimaan maupun tingkat pemahaman terhadap isu atau opini. Psikososial stake holder biasanya dapat dilihat dari timgkat sosial, pendidikan, ideologi, struktur sosial, dan lain sebagainya. Masyarakat yang secara sosiokultur terbangun dalam suasana damai tentu berbeda dengan masyarakat yang terbiasa dengan kehidupan yang keras dan alam yang panas. Masyarakat kampus berbeda dengan masyarakat pedesaan, begitu juga massa demonstran sangat berbeda dengan massa forum diskusi. Hal ini tentu memiliki pendekatan yang berbeda di dalam mengenalkan opini, apalagi mencoba membangunnya dalam satu gerakan propaganda.

Kedua, tingkat pendidikan dan pengetahuan. Perbedaan tingkat pendidikan dan pengetahuan juga sangat berpengaruh terhadap proses dialektika isu atau opini yang dibangun. Perlu tahapan yang berbeda. Perlu pendekatan yang juga berbeda.

Ketiga, bahasa sosial masyarakat. Untuk mempermudah membangun opini dalam satu sistem sosial, semakin mudah dimengerti bahasa yang digunakan, maka semakin efektif pembangunan opini yang dilakukan. Untuk itulah, kemampuan berbahasa ataupun kemampuan memahami struktur bahasa sosial masyarakat sesuai komunitas masing-masing masyarakat sangat diperlukan.

Keempat, momentum. Dalam teori fisika, gaya yang dihasilkan oleh suatu benda dapat lebih optimal jika berada pada momentum yang optimal. Begitu pula dalam dunia olahraga, masa keemasan seorang olahragawan biasanya ditentukan oleh momentum. Apakah momentum itu berupa usia keemasan, ketepatan dalam memilih tim, atau pemanfaatan kesempatan secara optimal ketika mendapatkan kesempatan itu. Inilah yang disebut ‘masanya’ dalam bahasa sosial politik. Makanya tidak heran dan tidak bisa disalahkan, bila kemudian Jokowi mengambil momentum politiknya pada Pilpres tahun 2014 yang lalu. Meskipun dikritik karena meninggalkan amanah sebelum waktunya seperti saat menjadi Walikota Solo dan Gubernur Jakarta, secara politik Jokowi cerdas dalam mengambil momentum politiknya.

Kelima, media yang digunakan. Media ini penting dalam men-deliver pesan yang ingin kita sampaikan kepada orang lain. Pemilihan media ini juga sangat berkaitan dengan sejauhmana efektivitas pesan yang terkirim dari media tersebut. Penggunaan media massa sebagai media propaganda opini tentunya cukup efektif bagi kalangan menengah dan berpendidikan. Tapi, tidak cukup efektif bagi kalangan ABG ataupun masyarakat di pedesaan. Media sosial seperti facebook, twitter, instagram, dan lain-lain bisa jadi lebih efektif untuk anak-anak muda dan gaul, tapi tidak untuk kalangan tua dan masyarakat bawah. Masing-masing memiliki media untuk penyampaiannya, dan itu harus dilakukan secara tepat.

Keenam, teknik dan strategi propaganda yang dilakukan. Masing-masing strategi tentu memiliki cara dan tahapan yang berbeda. Dan masing-masing juga punya efektivitas yang berbeda-beda tergantung psikosial, bahasa sosial, dan kelas masyarakat. Hal-hal yang biasanya digunakan untuk membentuk opini dan propaganda  diantaranya adalah Labelling (teroris, ekstrimis, gaul), Grouping  (suku, agama, ras, ideologis, lembaga), Penokohan (Soekarno, Soeharto, Habibie, Amien Rais, Gus Dur, dll), Brand Image (lambang, logo, jargon), Nilai Historis (kemerdekaan, penjajahan, kekerabatan, kepahlawanan), Pencitraan (Bapak Pembangunan, Pemimpin Revolusi, Pemimpin Merakyat), Rasionalitas Program (P4, KB, Imunisasi), Pembentukan Common Sense dan Common Enemy, dan masih banyak yang lainnya.

Kaum Muda sebagai Inisiator

Melihat begitu dahsyatnya dampak dari sebuah opini atau isu, maka diperlukan banyak opini kerakyatan dan opini-opini kebaikan di masyarakat. Di tengah pertempuran kepentingan dan politik ekonomi, diperlukan kekuatan yang besar dan tak pernah mati dalam membangun opini tersebut. Untuk itu, dibutuhkan anak-anak muda yang tetap konsisten dengan semangat dan kekuatannya untuk terus menyuarakan keadilan dan hak-hak kerakyatan. Satu kalimat penting yang pernah dikemukakan Ali bin Abi Thalib, “Janganlah mencari kebenaran lewat manusia, temukanlah dulu kebenaran itu dan kemudian engkau akan mengetahui mereka  yang mengikutinya. Kenalilah kebatilan, maka kau akan kenali para pengikutnya“.

Dengan merujuk pada kalimat tersebut, maka kita harus mengenali dulu mana yang haq dan mana yang batil. Dengan demikian kita akan mengenali kebatilan berikut juga pengikutnya. Dan tugas besar tersebut adalah bagaimana menyampaikan kebenaran itu agar diikuti oleh orang-orang yang dulu menjauhinya. Inilah tugas sejarah terbesar. Dan tugas sejarah itu diemban oleh anak-anak muda. Pertanyaannya adalah, sejarah seperti apakah yang akan dituliskan dari kaum muda negeri ini pada setiap masanya? Wallahu’alam.

Temukan informasi histori tulisan dari Mas Atang Trisnanto pada menu Arsip 2015 – 2023