Awal Juli 2015 ini BPS merilis angka tetap (ATAP) tahun 2014 dan angka ramalan (ARAM I) tahun 2015 produksi tanaman pangan nasional. Sebuah kabar yang sangat menggembirakan, produksi padi, jagung, dan kedelai di tahun 2015 diperkirakan mengalami peningkatan sebanyak 6.64%, yaitu sebesar 75.55 juta ton. Kenaikan produksi ini dipengaruhi oleh kenaikan produktivitas sebesar 1.45 kuintal per hektar. Untuk capaian ini, tentu kita perlu memberikan apresiasi kepada Pemerintahan Jokowi, jajaran Kementerian Pertanian, dinas pertanian daerah, dan seluruh petani di negeri ini.

Antara Produksi Pangan vs Pendapatan Petani

Di tengah ancaman pangan global dan konversi lahan yang semakin membesar, capaian ini tentu merupakan prestasi yang menenteramkan dan menggembirakan. Terlepas dari polemik akurat tidaknya data yang dirilis, kita tetap perlu menghormati data yang dikeluarkan oleh lembaga resmi statistik negara seperti BPS. Justru yang terpenting saat ini adalah, kita dapat mengambil catatan-catatan penting dari prestasi ini untuk dipertahankan dan ditingkatkan di masa depan.

Ada beberapa poin yang perlu dijadikan referens kebijakan ke depan terkait kenaikan produksi padi yang cukup signifikan ini. Pertama, kebijakan Pemerintah yang memperbesar alokasi fiskal terhadap pembangunan infrastruktur. Meskipun dalam teori ekonomi dan beberapa studi menemukan fakta bahwa infrastruktur memiliki waktu jeda dalam mempengaruhi produksi, namun kebijakan ini perlu diapresiasi dan dipertahankan di masa yang akan datang. Infrastruktur irigasi dan jalan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan budidaya usaha tani.

Kedua, kebijakan anti importasi pangan beras secara tidak langsung akan memaksa semua pihak untuk bekerja keras memenuhi kebutuhan pangan sendiri secara swasembada. Hal ini juga secara psikologis melecut semangat para petani untuk menaikkan produksinya. Kebijakan ini juga perlu terus dipertahankan di masa yang akan datang.

Ketiga, situasi iklim dan cuaca yang cukup mendukung dalam produksi pangan tahun ini. Adanya faktor iklim yag tidak ekstrim, tidak terlalu basah dan juga tidak terlalu kering, menyebabkan angka kegagalan panen relatif lebih kecil. Untuk itu, bentuk syukur kita kepada Sang Pencipta dan prediksi iklim sebagai bahan perencanaan pertanian juga harus dijadikan faktor strategis dalam pembangunan pertanian ke depan. Keempat, diperlukan kesolidan dan keserasian antar pemangku kebijakan di pusat, propinsi, maupun kabupaten. Program nasional hanya dapat berjalan sukses apabila dilaksanakan secara sinkron dari pusat sampai daerah.

Kelima, kebijakan fiskal yang mendukung pembangunan pertanian. Pemerintah dan DPR menyepakati anggaran di Kementerian Pertanian naik dua kali lipat dari 16 triliun menjadi 32 triliun pada tahun 2015 ini. Selain itu, pembelanjaan fiskal untuk komoditas strategis juga mendapatkan perlakuan istimewa seperti pengadaan benih yang tidak harus melalui lelang. Dengan lelang, ada kemungkinan pengadaan benih berlarut-larut dan momentum tanam menjadi terlewat. Ke depan, kebijakan politik fiskal ini perlu dipertahankan dengan catatan tetap mengutamakan akuntabilitas.

Selain kelima catatan diatas, masih banyak catatan-catatan lain yang bisa dijadikan bahan pelajaran untuk kebijakan pertanian ke depan. Catatan-catatan tersebut akan kita perdalam dalam artikel berikutnya. Yang ingin penulis angkat dalam perenungan kita berikutnya adalah, sejauhmana prestasi peningkatan produksi pangan ini berpengaruh terhadap pendapatan atau kesejahteraan petani?

Target Produksi vs Target Kesejahteraan Petani

Dalam pembangunan pertanian ke depan, dua hal penting yang bagai dua sisi mata uang dan harus menjadi dasar utama penyusunan perencanaan pembangunan pertanian adalah masalah peningkatan kesejahteraan petani dan peningkatan produksi pangan. Selama ini, program-program yang dilaksanakan Pemerintah terkesan hanya berorientasi pada aspek produksi, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa dengan naiknya produksi terdapat dimensi peningkatan pendapatan petani di dalamnya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa paradigma kebijakan selama ini lebih berat pada aspek peningkatan produksi. Secara sosial politik, pencapaian swasembada pangan akan mendukung stabilitas negara. Hal sebaliknya akan terjadi bilamana negara kekurangan pasokan pangan dan masyarakat sulit mengakses pangan.

Untuk itulah, konteks pendapatan dan kesejahteraan petani menjadi penting untuk dibahas. Apakah kenaikan produksi padi yang begitu signifikan pada tahun 2015 ini juga secara langsung akan menaikkan pendapatan dan kesejahteraan petani? Atau sebaliknya, produksi naik, tapi dari sisi kesejahteraan petani tidak ada perubahan atau bahkan menjadi turun?

Hal ini perlu kita jawab. Karena, cita-cita negara ini didirikan bukan hanya sekedar menaikkan produksi berbagai komoditas, tapi yang utama adalah kesejahteraan masyarakat. Perlu ada perbaikan sistem tata niaga yang adil kepada petani. Sehingga, kenaikan produksi secara kumulatif, persentase utamanya bisa dinikmati oleh petani. Bukan pedagang ataupun kartel pangan.

Menjadikan kesejahteraan petani sebagai dasar utama kebijakan adalah sesuatu yang harus dan wajib dilakukan. Prinsip kesejahteraan sangat penting, karena akan membawa semangat untuk meningkatkan kegiatan usaha tani yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi pangan. Pada saat aspek kesejahteraan terabaikan, maka semangat untuk berusaha di bidang usaha budidaya tani akan semakin menipis.

Apabila kondisi ini terus dibiarkan, maka petani semakin lama akan semakin putus harapan dan akan beralih ke profesi pekerjaan lain dan meninggalkan pertanian. Akibatnya, luas lahan pertanian akan semakin menyusut karena beralih fungsi, dan pada akhirnya akan menurunkan produksi pangan.  Untuk itu, produksi pangan dan kesejahteraan petani adalah satu paket kebijakan yang tidak bisa dipisahkan. Jangan hanya egois mengejar angka produksi dan menelantarkan subyek utama produksi pangan itu sendiri. Dengan demikian, pembangunan ekonomi pedesaan dan pertanian harus menjadi nyawa kebijakan politik dan anggaran pemerintah di waktu-waktu yang akan datang.

Selamat bekerja Kabinet Kerja. Jangan lupakan sisi ilmu dalam bekerja. Bekerja atas dasar ilmu yang tepat akan menghasilkan produktivitas yang lebih baik. Jangan sampai semangat kerja yang begitu tinggi menjadi tidak ada artinya karena kerja yang kita lakukan ternyata justru tidak ada pengaruhnya.

Temukan informasi histori tulisan dari Mas Atang Trisnanto pada menu Arsip 2015 – 2023